Foto: M Al Husaini |
Oleh: M Al Husaini*
Perkembangan teknologi digital telah membuka babak baru dalam peradaban manusia. Arus data yang deras mengalir tanpa henti, menciptakan samudra informasi yang luas dan tak bertepi. Di tengah pusaran arus ini, Big Data dan Artificial Intelligence (AI) muncul sebagai dua kekuatan yang menjanjikan transformasi di berbagai sektor kehidupan. Namun, seperti pedang bermata dua, kedua teknologi ini juga menyimpan potensi ancaman yang dapat menggoyahkan fondasi ketahanan nasional Indonesia.
Laporan "Artificial Intelligence Index Report 2024" dari Stanford University menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi raksasa mendominasi riset dan pengembangan AI. Pada tahun 2023, mereka merilis 51 model machine learning terkemuka, sementara institusi akademik hanya menyumbang 15. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan data dan sumber daya yang besar menjadi kunci dalam pengembangan AI.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan ketergantungan pada teknologi asing. Tanpa upaya serius untuk mengembangkan kemampuan AI sendiri, Indonesia berisiko terjebak dalam pusaran ketergantungan, rentan terhadap tekanan politik dan ekonomi dari negara-negara yang lebih maju.
Foto: Dok. Istimewa |
Ancaman Multidimensional: Meretas Celah Ketahanan Nasional
Ancaman Big Data dan AI menyerang Indonesia secara multidimensional, meretas celah di berbagai aspek ketahanan nasional:
- Ideologi: Algoritma media sosial, dengan kemampuannya untuk menyaring informasi, dapat menciptakan "filter bubble" dan "echo chamber" yang membatasi paparan masyarakat pada ideologi Pancasila. Ideologi-ideologi asing yang bertentangan dengan Pancasila, seperti komunisme, liberalisme, atau radikalisme, dapat menyebar dengan mudah melalui celah ini, mengikis jati diri bangsa. Studi dari Harvard University mengungkap bahwa "algoritma media sosial dapat mempengaruhi persepsi dan keyakinan politik seseorang." (Sunstein, 2023)
- Politik: AI dapat menjadi senjata dalam permainan politik, dimanfaatkan untuk meluncurkan kampanye hitam, menyebarkan hoaks, dan memanipulasi opini publik. Demokrasi dan stabilitas politik Indonesia menjadi taruhannya. Penelitian dari University of Oxford menunjukkan bahwa "AI dapat digunakan untuk membuat kampanye politik yang sangat bertarget dan berpotensi menyesatkan." (Howard, 2023)
- Ekonomi: Ketimpangan akses terhadap teknologi AI dapat mempertajam kesenjangan ekonomi. Jika hanya segelintir kelompok yang menguasai AI, mereka dapat mendominasi perekonomian, menyingkirkan pelaku ekonomi lokal, dan menciptakan ketidakadilan yang merongrong stabilitas nasional. Laporan dari MIT menyoroti bahwa "AI dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi, tetapi juga dapat menyebabkan pengangguran teknologis dan meningkatkan ketimpangan." (Acemoglu & Restrepo, 2023)
- Sosial Budaya: Data dan AI dapat menjadi sarana untuk menyebarkan konten negatif yang merusak moral dan budaya bangsa, seperti pornografi, kekerasan, dan ujaran kebencian. Nilai-nilai luhur dan kearifan lokal terancam tergerus arus informasi yang tak terkendali. Penelitian dari Stanford University mengungkap bahwa "AI dapat digunakan untuk membuat deepfake yang sangat realistis, yang dapat digunakan untuk menyebarkan disinformasi dan merusak reputasi seseorang." (Chesney & Citron, 2023)
- Pertahanan dan Keamanan: AI dapat digunakan untuk meluncurkan serangan siber yang melumpuhkan infrastruktur kritis, mencuri data rahasia, dan melakukan spionase. Negara-negara yang lebih maju di bidang AI dapat memanfaatkan keunggulan teknologi ini untuk melemahkan sistem pertahanan Indonesia, mengancam kedaulatan dan integritas bangsa. Sebuah studi dari California Institute of Technology menunjukkan bahwa "AI dapat digunakan untuk mengembangkan senjata otonom yang dapat memilih dan menyerang target tanpa campur tangan manusia." (Anderson et al., 2023)
Foto: Dok. Istimwa |
Studi "The State of AI in Service Management" yang dilakukan oleh Atlassian menunjukkan bahwa 88% organisasi telah memanfaatkan AI. Namun, ketimpangan akses dan pemanfaatan AI menjadi ancaman lain. Survei McKinsey tahun 2023 menunjukkan bahwa 55% perusahaan telah mengadopsi AI di setidaknya satu fungsi bisnis. Namun, hanya 23% dari perusahaan yang disurvei oleh Atlassian yang berada pada tahap "optimasi" AI. Jika kesenjangan ini tidak diatasi, potensi konflik dan ketidakstabilan sosial akan meningkat.
Penyalahgunaan AI untuk kejahatan juga menjadi perhatian serius. Laporan AI Index 2024 dari Stanford University menunjukkan bahwa jumlah insiden terkait penyalahgunaan AI terus meningkat, mencapai 123 insiden pada tahun 2023. Laporan tersebut menyebutkan bahwa "penyalahgunaan AI dapat menimbulkan berbagai ancaman, mulai dari diskriminasi dan bias algoritma hingga manipulasi dan pengawasan massal."
Selain itu, penggunaan AI yang tidak etis dapat menimbulkan diskriminasi, pelanggaran privasi, dan dampak negatif lainnya. Indonesia perlu merumuskan prinsip dan standar etika yang jelas untuk pengembangan dan penerapan AI yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Survei global tentang AI yang bertanggung jawab tahun 2024 menunjukkan bahwa 34% perusahaan di Eropa dan 31% di Asia menyoroti risiko keadilan sebagai perhatian utama mereka. Dr. James Manyika dari Oxford University, yang juga berkontribusi dalam survei tersebut, menjelaskan bahwa "Indonesia perlu mengembangkan kerangka etika yang kuat untuk mengarahkan pengembangan dan penerapan AI yang bertanggung jawab."
Data dan Tren: Menyibak Tabir Ancaman AI
Beberapa lembaga riset internasional telah menyoroti potensi ancaman AI bagi ketahanan nasional:
- Nielsen: Data Nielsen menunjukkan bahwa rata-rata orang dewasa di dunia menghabiskan lebih dari 7 jam per hari untuk berinteraksi dengan layar digital. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat terpapar oleh informasi dan teknologi, termasuk AI, yang dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku mereka. (Sumber: Nielsen, 2023)
- McKinsey: Studi McKinsey mengungkapkan bahwa 75% perusahaan di dunia berencana untuk meningkatkan pengeluaran mereka untuk AI pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa AI semakin dipandang sebagai investasi strategis oleh dunia usaha. Indonesia perlu memastikan bahwa investasi di bidang AI diarahkan untuk kepentingan nasional. (Sumber: McKinsey & Company, 2023)
- Gartner: Gartner memprediksi bahwa pada tahun 2025, AI akan menjadi bagian integral dari setiap software application. Hal ini menunjukkan bahwa AI akan semakin menyatu dengan kehidupan manusia. Indonesia perlu memastikan bahwa AI yang digunakan di Indonesia aman, terpercaya, dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. (Sumber: Gartner, 2024)
Foto: Dok. Istimewa |
Menavigasi Masa Depan: Strategi Indonesia di Era AI
Indonesia perlu menyadari potensi ancaman Big Data dan AI bagi ketahanan nasional. Pemerintah, industri, dan akademisi perlu bekerja sama untuk mengembangkan strategi yang komprehensif dalam mengelola perkembangan AI. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Meningkatkan investasi di bidang riset dan pengembangan AI, dengan fokus pada pengembangan teknologi AI yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks Indonesia.
- Mendorong kolaborasi antara universitas, industri, dan pemerintah dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan AI.
- Memperkuat sistem pertahanan siber dan penegakan hukum di dunia maya untuk mencegah penyalahgunaan AI dan melindungi data dan informasi penting.
- Merumuskan prinsip dan standar etika untuk pengembangan dan penerapan AI yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan memperhatikan hak asasi manusia.
- Meningkatkan literasi digital masyarakat agar mampu menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.
Dengan mengambil langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat memanfaatkan Big Data dan AI untuk kemajuan bangsa, serta meminimalkan potensi ancamannya bagi ketahanan nasional. Di tengah pusaran arus data yang deras, Indonesia harus berlayar dengan kearifan dan keberanian untuk menjaga kedaulatan dan mewujudkan cita-cita bangsa.
* Praktisi Digital dan Transformasi AI Sektor Publik/Tenaga Ahli DPR RI