Kata “Maghrib” Menjadi Bahan Ejekan untuk Mengejek Warna Kulit Seseorang

Ilustrasi: Kata “Maghrib” Menjadi Bahan Ejekan untuk Mengejek Warna Kulit Seseorang

Oleh: Ayudya Venus Az Zahro*

Seperti yang kita tahu, bahwa kata “Maghrib” adalah kata yang digunakan umat agama Islam untuk menandakan ataupun memasuki waktu ibadah. “Maghrib” ialah salah satu dari shalat wajib lima waktu, yang dilakukan setelah matahari terbenam. Salat ini terdiri dari tiga rakaat dan merupakan salat harian keempat yang dilaksanakan pada saat senja, dimulai setelah matahari terbenam hingga hilangnya cahaya merah di ufuk barat. Namun dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi yang memudahkan orang lain untuk berpendapat ataupun berkomentar, sekarang kata “Maghrib” digunakan untuk menghina dan juga mengejek warna kulit seseorang yang dinilai gelap.  

Lebih tepatnya diketik ataupun dikatakan sebagai istilah “Aura Maghrib”. Istilah tersebut awalnya digunakan sebagai gurauan di sosial media khususnya di Aplikasi TikTok, namun lama kelamaan kata tersebut menuai kontroversi karena dianggap sebagai istilah yang mengarah ke bodyshaming. Jika faktanya istilah tersebut digunakan untuk mengejek warna kulit seseorang, maka yang berkomentar ataupun yang mengucapkan kalimat tersebut lalu ditunjukkan kepada orang lain maka sudah memasuki Cyberbullying.  

Mengapa masuk ke ranah Cyberbullying? Karena dengan mengejek ataupun menhina seseorang di sosial media itu adalah hal yang dilarang. Diatur juga dalam UU ITE, jika seseorang yang dihina itu merasa sakit hati, maka pelaku yang menggunakan istilah tersebut bisa dilaporkan dan diurus dalam ranah hukum. 

Penggunaan istilah “Aura Maghrib” mengakibatkan seseorang yang dilemparkan kalimat tersebut menjadi kurang percaya diri bahkan mengalami stress. Karena dengan bentuk apapun, mengejek seseorang adalah hal yang sangat amat tidak bisa dibenarkan. Jadi kesimpulannya adalah penggunaan kalimat tersebut bisa mengakibatkan makin luasnya rasisme serta diskriminasi warna kulit. 

Tapi untungnya lumayan banyak juga pengguna sosial media khususnya di TikTok yang tidak setuju dengan adanya penggunaan istilah tersebut, jadi sudah adanya kesadaran masyarakat terkait cyberbullying yang kalau terus dilakukan akan mengakibatkan gangguan psikis  terhadap korban tersebut. Adanya masyarakat yang sudah sadar akan hal tersebut, baiknya saling mengingatkan orang yang masih menganggap remeh hal tersebut. Karena dengan adanya kesadaran akan cyberbullying, akan membangun lingkungan yang positif.

* Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال