Data cuaca Kota Surabaya dan di Indonesia umumnya selama sepekan terakhir (13-20 Oktober 2025) menunjukkan fenomena peningkatan suhu yang signifikan, terutama pada indikator feels like atau suhu yang dirasakan. Pada jam-jam tertentu, terutama siang hari, suhu yang dirasakan masyarakat bisa mencapai level tertinggi 41 derajat Celcius (pada 19 Oktober jam 12.00 siang). Data yang dikumpulkan Disaster Network dari berbagai waktu pengukuran (05.00 WIB, 09.00 WIB, 12.00 WIB, dan 21.00 WIB) secara konsisten menunjukkan bahwa suhu yang dirasakan (feels like) selalu lebih tinggi daripada suhu udara aktual. Selisihnya bisa mencapai 4-6 derajat Celcius, menciptakan sensasi panas yang jauh lebih menyengat. Pada malam hari, meski suhu udara turun, tingkat kelembapan yang tinggi (rata-rata di atas 75%) membuat suhu yang dirasakan tetap berada di kisaran 33-36°C, mengurangi kenyamanan beristirahat.
Menanggapi data ini, Dr. Listyo Yuwanto, Psikolog, FRSPH, FISQua, dari Disaster Network, memberikan analisis mengenai dampak cuaca panas yang tidak nyaman secara fisik dan psikologis.”Data feels like yang konsisten tinggi, bahkan di malam hari, ini sangat kritikal. Tubuh kita tidak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk recovery atau pulih dari teriknya siang hari. Kondisi ini memberikan beban fisik, tetapi juga memicu beban psikologis yang signifikan,” jelas Dr. Listyo.
Dr. Listyo Yuwanto menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pemanasan global. “Apa yang kita rasakan di Surabaya dan Indonesia saat ini merupakan fenomena pola perubahan iklim global yang semakin nyata dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika suhu feels like mencapai 41°C, seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perubahan iklim merupakan realita yang langsung mempengaruhi kualitas hidup kita.”
Dr. Listyo memaparkan beberapa dampak psikologis yang dapat terjadi. Peningkatan agitasi dan iritabilitas, cuaca panas dapat menurunkan ambang batas toleransi. Orang menjadi lebih mudah marah, frustrasi, tersinggung, dan sulit mengendalikan emosi. Data yang menunjukkan suhu terasa 38-41°C di siang hari adalah pemicu potensial untuk konflik interpersonal, baik di rumah, jalan raya, maupun tempat kerja. Panas yang ekstrem dapat mengganggu fungsi kognitif, seperti konsentrasi, memori, dan kemampuan pengambilan keputusan. Produktivitas dapat menurun karena otak kesulitan bekerja optimal dalam kondisi tubuh yang stres akibat panas. Suhu malam yang tetap panas dan lembap mengganggu kualitas tidur. Tidur yang tidak nyenyak berpotensi menimbulkan kelelahan kronis, mood yang buruk keesokan harinya, dan meningkatkan rasa cemas. Orang cenderung menghindari aktivitas di luar ruangan, termasuk interaksi sosial dan aktivitas fisik. Dalam jangka panjang, ini dapat berdampak pada penurunan koneksi sosial dan kesehatan secara keseluruhan.
Dr. Listyo Yuwanto juga membagikan sejumlah kiat untuk menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis selama cuaca panas. “Sadari bahwa dalam cuaca seperti ini, semua orang lebih rentan emosi. Tarik napas dalam-dalam sebelum bereaksi. Beri toleransi lebih kepada orang lain dan kepada diri sendiri,” sarannya. Upayakan untuk membuat ruangan tempat beraktivitas dan beristirahat senyaman mungkin. Gunakan kipas angin, AC, atau penyejuk udara. Mandi air dingin juga dapat membantu menurunkan suhu tubuh dan meredakan ketegangan. Dehidrasi tidak hanya mempengaruhi tubuh, tetapi juga otak dan suasana hati. Minum air putih yang cukup adalah cara sederhana namun efektif untuk membantu stabilitas emosi. Meski panas perlu mengatur ritme tidur agar dapat cukup tidur dengan ritual tidur yang menenangkan. Mengkonsumsi makanan bergizi dan teratur tidak boleh dilupakan karena termasuk gaya hidup sehat. Matikan gadget lebih awal, gunakan pakaian yang nyaman, dan pastikan sirkulasi udara di kamar baik. Lakukan aktivitas fisik atau tugas di luar ruangan pada pagi hari atau sore hari ketika suhu lebih bersahabat. Pada siang hari, carilah tempat teduh dan lakukan pekerjaan yang tidak membutuhkan paparan panas langsung.
Cuaca panas juga memberikan dampak positif yaitu cuaca panas dapat mendorong orang untuk berkumpul di tempat-tempat yang teduh dan ber-AC, seperti mall, kafe, atau ruang keluarga di rumah. Sehingga dapat meningkatkan kualitas waktu dan intensitas interaksi dengan keluarga dan teman. Cuaca panas memberi kesempatan untuk melakukan aktivitas yang menenangkan pikiran, seperti membaca, menulis jurnal, atau meditasi, sehingga meningkatkan kesadaran diri (self-awareness). Ketika kita mengalami ketidaknyamanan akibat panas, kita justru akan lebih menghargai momen-momen sejuk, seperti hujan, angin sepoi-sepoi, atau ruangan yang nyaman. Hal ini melatih kita untuk lebih bersyukur atas hal-hal kecil dalam hidup. Pengalaman langsung merasakan dampak cuaca ekstrem dapat menjadi katalis untuk mengubah perilaku. Orang menjadi lebih terbuka untuk menerapkan gaya hidup berkelanjutan, seperti mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, menghemat energi, dan mendukung kebijakan lingkungan,” papar Dr. Listyo.
“Yang terpenting adalah kesadaran kita bahwa cuaca panas ini mempengaruhi kondisi psikis kita. Dengan kesadaran itu, kita bisa lebih proaktif mengambil langkah untuk melindungi kesejahteraan psikologis diri sendiri dan orang-orang di sekitar,” tutup Dr. Listyo.