Warta Times, Opini – Menjadi anak perempuan tunggal yang sudah kehilangan kedua orang tua bukanlah hal mudah.setelah kehilangan kedua orang tuanya, dia tidak mengenal sama sekali sosok ayah karena ketika ayah nya meninggal dia masih di dalam kandungan, semenjak itu Ibu dan nenek nya hidup berdua dengan diriku yang masih dalam kandungan,mau tidak mau mamah sebagai pengganti untuk mencari nafkah keluarga.
Setelah aku lahir sepenuhnya aku di besarkan oleh nenek ku dan tentunya dengan mamah yang masih menjadi tulang punggung keluarga, pendidikan ku dimulai di kampung halaman ku di kuningan dari mulai sd,Mts lalu lanjut dengan SMK dengan beasiswa. Saat itu aku akan masuk SMK, takdir berkata lain nenek yang telah mengurus ku dari bayi,menghembuskan nafas terakhirnya dikala aku ingin melanjutkan pendidikan ku di SMK.
Dari saat itu aku menjalani masa-masa SMK ku sendirian dengan mamah yang sedang merantau mencari nafkah untuk kami berdua hidup. Tiga tahun pun berlalu pada akhirnya di tahun 2020 aku dinyatakan lulus di masa Covid-19,di masa itu sedang marak nya karantina sampai semua usaha diluar sana ditutup begitupun dengan usaha mamah ku yang kini ditahun itu dia memutuskan pulang untuk beristirahat sampai keadaan di Jakarta membaik.
Namun takdir berkata lain mamah ku dinyatakan sakit komplikasi,kita sudah berusaha kedokteran dengan berbagai macam obat-obatan yang telah mamah minum, pada akhirnya mamah menghembuskan nafas terakhirnya di tahun itu tepat di tanggal 5 Desember 2020, tepat sudah lima tahun yang lalu setelah sepeninggalnya mamah aku akhirnya memutuskan merantau ke Tangerang demi melanjutkan pendidikan.aku tahu hidup tidak akan mudah, tetapi aku juga paham bahwa masa depan hanya akan dimiliki oleh mereka yang berani memperjuangkannya. Kini, aku menjalani perkuliahan dengan penuh semangat, bekerja paruh waktu untuk menghidupi diri ku sendiri. Kini harus belajar menghadapi dunia tanpa pelukan hangat ayah dan nasihat lembut ibu. Meski begitu, aku selalu percaya bahwa setiap langkah yang aku ambil adalah bentuk cinta untuk kedua malaikat yang kini menjaganya dari jauh.
Di tengah lelah dan tekanan tugas kuliah, terkadang air matanya jatuh tanpa permisi. Namun setiap kali itu terjadi, ia mengingat kembali pesan terakhir ibunya, “Hiduplah untuk masa depanmu, bukan untuk kesedihanmu.” Kata-kata itu menjadi cahaya yang selalu membimbingnya ketika gelap mulai menyelimuti.
Ketika hidup sendiri, tetapi ia tak pernah merasa benar-benar sendirian. Ia memiliki cita-cita besar lulus dengan prestasi terbaik dan membangun kehidupan yang membanggakan orang tuanya.aku ingin membuktikan bahwa meski kehilangan banyak hal dalam hidup,aku masih memiliki harapan.
Bagiku,masa depan adalah tempat di mana semua perjuangan akan terbayar. Hari ini mungkin penuh tantangan, namun esok aku percaya akan penuh kemenangan.
Terus melangkah, karena ia harus memilih untuk hidup—live for the future.
*) Penulis adalah Priska, Mahasiswa Universitas Pamulang.







